17 Mei 2016
VONIS HAKIM YANG MENGEJUTKAN
(Bagian Ke‑2)
Pelaksanaan sidang di pengadilan tentunya akan berlangsung secara bertahap, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap negara memiliki undang-undang yang mengikat setiap warga negaranya. Sidang pengadilan di Indonesia mengikuti tahapan dan tata cara persidangan perkara pidana di pengadilan negeri, secara umum diatur dalam KUHAP (UU. No. 8 tahun 1981).Secara garis besar, proses persidangan pidana pada peradilan tingkat pertama di pengadilan negeri untuk memeriksa perkara biasa terdiri dari empat tahap. Pertama, pembukaan sidang pemeriksaan perkara pidana. Kedua, sidang pembuktian, apabila hakim/majelis hakim menetapkan bahwa sidang pemeriksaan perkara harus diteruskan maka acara persidangan memasuki tahap pembuktian, yaitu pemeriksaan terhadap alat bukti dan barang bukti yang diajukan. Ketiga, sidang pembacaan tuntutan pidana, pembelaan dan tanggapan-tanggapan. Keempat, sidang pembacaan putusan. Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan putusannya berdasarkan atas surat dakwaan, dan segala sesuatu yang terbukti di persidangan, tuntutan pidana, pembelaan dan tanggapan-tanggapan tersebut akan menjadi dasar putusan.Bagaimana dengan perkara yang sedang kita bicarakan? Langsung! Lho? Bagaimana? Tanpa tahapan peradilan? Wah…, jangan-jangan ini hanyalah dagelan semata. Tidak! Ini betul-betul terjadi. Hanya saja ini adalah pengadilan keluarga. Sudah barang tentu tidak mengikuti tahapan seperti persidangan yang sesungguhnya. Jadi…, sebelum hakim membuka sidang, jaksa bisa langsung membacakan dakwaannya. Dalam sidang yang sesungguhnya, surat dakwaan bisa berisi puluhan, ratusan bahkan ribuan lembar halaman ukuran kwarto. Kali ini…, jaksa hanya membuat surat dakwaan setebal 1 (satu) lembar kertas ukuran kwarto. Adapun isi dari surat dakwaan hanya lima poin (lihat pada tulisan bagian ke‑1).Bagaimana dengan reaksi terdakwa? Tanpa menunggu waktu yang lama—dengan percaya diri—terdakwa langsung meminta izin kepada hakim untuk menyampaikan pembelaannya.“Yang mulia Ibu Hakim…, perkenankanlah saya mengajukan keberatan (eksepsi) atas semua tuduhan/dakwaan yang ditujukan kepada saya”.“Saya persilakan kepada terdakwa untuk menyampaikan keberatannya”, jawab hakim ketua.Sambil berdiri dengan sikap hormat, terdakwa membuka catatan yang telah dibuatnya selama pembacaan dakwaan berlangsung.
Bersambung…
Sumber : http://berkarya.um.ac.id/