18 Mei 2016
Malang-Literasi sains penting bagi semua siswa, karena sebagian besar siswa tidak akan menjadi ilmuwan yang profesional. Namun, mereka perlu dibekali kemampuan menggunakan proses ilmiah dan kebiasaan berfikir untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari yang melibatkan sains dalam pembuatan keputusan.
Demikianlah ulasan yang dikemukakan oleh Prof. Dra. Sri Rahayu, M.Ed., Ph.D., terkait kemampuan literasi sains anak Indonesia dibandingkan dengan negera-negara lain.
“Dalam hitungan per-kuwartal Programme For International Student Assessment (PISA), ranking yang ditempati siswa Indonesia selalu berada di urutan terbawah. Pada tahun 2000 posisi Indonesia berada di peringkat 39 dari 41 negara yang ikut berpartisipasi. Bahkan pada tahun 2012 , posisinya menempati 64 dari 65 negara yang berpatisipasi dalam penilaian PISA,” terangnya.
Menurut Prof. Rahayu, Indonesia harus mengembangkan literasi sains untuk mengejar ketertinggalan itu. Literasi sains yang dikembangkan hendaknya sejalan dengan pengembangan kecakapan hidup (life skills), dimana komponen literasi sains mencakup interseksi dan keseimbangan dari tiga komponen (what do people value).
Komponen yang dimaksud adalah kemampuan belajar, kemampuan bersosialisasi, kemampuan melakukan prosedur, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan dalam pengambilan keputusan tentang isu-isu kontemporer
Guru besar kelahiran Jembrana, 14 Mei 1966 menegaskan bahwa salah satu konsekuensinya kurikulum yang diajarkan di sekolah senantiasa bisa mengikuti perkembangan jaman . Prof. Rahayu menginginkan adanya Nature of Science (NOS) dalam pembelajaran Sains anak Indonesia.
Pendekatan ini mengintregasikan Nature of Science (NOS) dalam rancangan pembelajaran. Pendekatan yang ada selama ini masih belum maksimal hasilnya.
“NOS harus diajarkan secara eksplisit ke dalam pembelajaran Sains. Jika hal ini tidak dilakukan, maka ada kemungkinan hasil PISA 2015 tidak ada kemajuan bagi Indonesia dan kondisi sama pada saat ini,” pungkasnya.
Sumber : https://www.um.ac.id/